Kenali Jenis Sertifikat Tanah di Indonesia: SHM, HGB, Hingga Girik

Memiliki sebidang tanah bukan hanya soal nilai ekonomi, tetapi juga soal kekuatan hukum. Di Indonesia, kepemilikan tanah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. Namun, hingga saat ini, masih banyak masyarakat yang belum memahami jenis-jenis sertifikat tanah yang berlaku secara hukum, yang dapat menyebabkan sengketa dan kerugian finansial.

Kenali Jenis Sertifikat Tanah di Indonesia: SHM, HGB, Hingga Girik
Kenali Jenis Sertifikat Tanah di Indonesia: SHM, HGB, Hingga Girik

Berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) per akhir 2023, dari 126 juta bidang tanah yang ditargetkan untuk disertifikasi melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), baru sekitar 101 juta bidang yang berhasil terdaftar. Masih ada jutaan bidang tanah yang belum memiliki legalitas jelas. Kurangnya pemahaman terhadap jenis sertifikat tanah menjadi penyebab utama tingginya risiko hukum dalam transaksi dan penguasaan tanah.

Berikut adalah penjelasan komprehensif mengenai jenis-jenis sertifikat tanah yang diakui secara hukum di Indonesia, yang dirangkum dari sumber resmi seperti UUPA, Peraturan Pemerintah, dan informasi terkini dari situs BPN (atr-bpn.id).

Sertifikat Hak Milik (SHM)

Sertifikat Hak Milik adalah jenis sertifikat dengan status kepemilikan paling kuat dan penuh. SHM hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan tidak memiliki batas waktu.

Dasar Hukum: Pasal 20 UUPA No. 5 Tahun 1960

Ciri-ciri SHM:

  • Kepemilikan tanah bersifat turun-temurun dan tidak terbatas waktu.
  • Tidak perlu diperpanjang.
  • Dapat digunakan sebagai agunan kredit.
  • Dapat diwariskan atau dialihkan.
  • Nilai jual tertinggi di antara jenis sertifikat lainnya.

Catatan: SHM tidak bisa dimiliki oleh WNA atau badan hukum asing. Untuk meningkatkan status tanah dari HGB ke SHM, pemilik tanah harus melakukan konversi melalui Kantor Pertanahan.

Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB)

HGB memberikan hak kepada pemegangnya untuk membangun dan memiliki bangunan di atas tanah milik negara atau pihak lain dalam jangka waktu tertentu.

Dasar Hukum: Pasal 35 UUPA dan PP No. 40 Tahun 1996

Ciri-ciri HGB:

  • Berlaku selama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun.
  • Dapat dialihkan, diwariskan, atau dijadikan jaminan.
  • Umumnya dimiliki oleh pengembang properti.
  • Dapat ditingkatkan menjadi SHM jika tanah dikuasai oleh individu WNI.

Contoh: Rumah subsidi atau apartemen yang dibangun oleh pengembang biasanya memiliki status HGB. Pemilik bisa mengajukan peningkatan status ke SHM setelah memenuhi syarat tertentu.

Sertifikat Hak Pakai

Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan atau memanfaatkan tanah milik negara atau pihak lain dalam jangka waktu tertentu.

Dasar Hukum: Pasal 41 UUPA dan PP No. 40 Tahun 1996

Ciri-ciri Hak Pakai:

  • Berlaku selama 25 tahun dan bisa diperpanjang 20 tahun lagi.
  • Bisa diberikan kepada WNI, WNA, badan hukum asing, dan lembaga internasional.
  • Tidak memberikan hak kepemilikan, hanya hak penggunaan.
  • Dapat dimanfaatkan untuk tempat tinggal, sosial, atau keagamaan.

Catatan: Hak Pakai kerap digunakan oleh WNA yang tinggal di Indonesia dalam jangka waktu lama. Namun, hak ini tidak dapat dialihkan secara bebas.

Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU)

HGU diberikan kepada badan hukum atau perorangan untuk mengusahakan tanah dalam bidang pertanian, perkebunan, peternakan, atau perikanan.

Dasar Hukum: Pasal 28 UUPA dan PP No. 40 Tahun 1996

Ciri-ciri HGU:

  • Berlaku selama 35 tahun dan dapat diperpanjang hingga 25 tahun.
  • Luas minimal 5 hektare.
  • Diberikan atas tanah negara.
  • Diperuntukkan untuk kegiatan agribisnis skala besar.

Contoh: Perusahaan perkebunan kelapa sawit biasanya menggunakan HGU untuk lahan operasionalnya.

Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS)

SHMSRS diberikan kepada pemilik unit di rumah susun atau apartemen. Pemilik memiliki hak milik atas unit tersebut dan hak bersama atas bagian tanah serta fasilitas umum.

Dasar Hukum: UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Ciri-ciri SHMSRS:

  • Memberikan hak atas ruang privat (unit) dan bagian bersama.
  • Dapat dijual, diwariskan, atau dijadikan agunan.
  • Sertifikat mencantumkan bagian proporsional tanah bersama.

Catatan: Legalitas proyek rumah susun sangat bergantung pada izin dan status kepemilikan tanah yang dimiliki oleh pengembang.

Girik atau Letter C

Girik bukanlah sertifikat, melainkan bukti administrasi penguasaan atas tanah berdasarkan pembayaran pajak bumi dan bangunan. Girik biasanya ditemukan di wilayah yang belum terdigitalisasi atau belum masuk dalam sistem pendaftaran tanah BPN.

Ciri-ciri Girik:

  • Diterbitkan oleh kelurahan atau desa.
  • Tidak menjamin kepemilikan hukum atas tanah.
  • Tidak dapat digunakan sebagai jaminan kredit.
  • Tidak tercatat dalam sistem elektronik BPN.

Rekomendasi: Girik sebaiknya segera ditingkatkan menjadi SHM atau HGB melalui proses sertifikasi di Kantor Pertanahan.

Perbandingan Jenis Sertifikat Tanah

Jenis SertifikatPemilik SahMasa BerlakuHak KepemilikanBisa DijualBisa Dijadikan Agunan
SHMWNITidak terbatasYaYaYa
HGBWNI/Badan Hukum30 + 20 tahunTidak langsungYaYa
Hak PakaiWNI/WNA/Asing25 + 20 tahunTidakTerbatasTerbatas
HGUWNI/Badan Hukum35 + 25 tahunTidakYaYa
SHMSRSWNITidak terbatasYa (terbatas)YaYa
GirikWNITidak diaturTidakTerbatasTidak bisa

Mengapa Anda Perlu Memahami Jenis Sertifikat Tanah?

Memahami perbedaan antara jenis-jenis sertifikat tanah penting untuk menghindari sengketa, memastikan kelancaran transaksi, dan menjaga nilai aset properti. Tanah tanpa sertifikat resmi seperti girik sangat berisiko dari sisi hukum dan finansial.

Kesalahan umum dalam membeli tanah:

  • Tidak memeriksa status sertifikat ke BPN
  • Membeli tanah girik tanpa proses legalisasi
  • Tidak menggunakan jasa notaris atau PPAT resmi

Tips Aman Mengelola Legalitas Tanah

  1. Cek sertifikat keaslian di Kantor BPN atau melalui aplikasi Sentuh Tanahku.
  2. Gunakan notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang terdaftar.
  3. Periksa apakah tanah dalam kondisi sengketa, blokir, atau sita.
  4. Lakukan peningkatan hak (konversi) jika masih girik.
  5. Simpan dokumen legal dengan baik, termasuk peta bidang dan SPPT PBB.

Memastikan status hukum tanah adalah bagian dari manajemen aset jangka panjang. Dengan informasi yang akurat dan tindakan tepat, Anda dapat menghindari risiko hukum dan memastikan perlindungan properti secara maksimal.

Tinggalkan komentar